Selasa, 28 Maret 2017

Meningkatkan Kecerdasan Otak Lewat Membaca Al Quran

Mungkin banyak dari kita mendengar tentang manfaat membaca Al quran. Dalam kaitanya artikel kali ini adalah bagaiman Meningkatkan Kecerdasan Otak Lewat Membaca Al Quran menurut hasil penelitian.

Penghafal al quran, banyak sekali keutamaan baik di dunia maupun di akhirat bagi orang yang menghafal Al-Quran, sayang tak banyak anak-anak yang mau menghafal dengan berbagai alasan padahal tidak bisa di pungkiri bahwa dengan Membaca Al Quran secara tidak langsung Meningkatkan Kecerdasan Otak.

Menghafal Quran bukanlah hal yang mudah, tapi juga tidak susah bila niat dengan tulus dan mempunyai keinginan dan berusaha dengan semaksimal mungkin, dengan menghafal otak kanan akan terbiasa berfikir dengan detail, dan fokus, karena menghafal Quran tidak dapat dilakukan dengan sembarangan harus benar sepenuhnya benar bacaan baik tanda baca maupun panjang pendeknya. Tidak ada yang tahu pasti bila tidak mempraktekanya karena Kenikmatan menghafal Al-Quran dan keistimewaannya tidak akan bisa dirasakan kecuali bagi mereka yang telah menghafalnya, tapi Satu hal yang pasti Allah selalu memberikan jalan kemudahan bagi setiap hambanya yang mau bersungguh-sungguh dan melakukan ibadah di jalanya.

Penurunan depresi, kesedihan, memperoleh ketenangan jiwa, menangkal berbagai macam penyakit merupakan pengaruh umum yang dirasakan orang-orang yang menjadi objek penelitiannya. Penelitian Dr. Al Qadhi ini diperkuat pula oleh penelitian lainnya yang dilakukan oleh dokter yang berbeda. Objek penelitiannya terhadap 5 orang sukarelawan yang terdiri dari 3 pria dan 2 wanita. Penelitian yang dilakukan sebanyak 210 kali ini terbagi dua sesi, yakni membacakan Al-Qur’an dengan tartil dan membacakan bahasa Arab yang bukan dari Al-Qur’an. Kesimpulannya, responden mendapatkan ketenangan sampai 65% ketika mendengarkan bacaan Al-Qur’an dan mendapatkan ketenangan hanya 35% ketika mendengarkan bahasa Arab yang bukan dari Al-Qur’an.

Menurut penelitiannya, bayi yang berusia 48 jam yang kepadanya diperdengarkan ayat-ayat Al-Qur’an dari tape recorder menunjukkan respons tersenyum dan menjadi lebih tenang.

Menurut penelitian membaca Al Quran sehabis maghrib dan subuh dapat meningkatkan kecerdasan otak sampai 80 % , karena di sana ada pergantian dari siang ke malam dan dari malam kesiang hari di samping itu ada tiga aktifitas sekaligus , membaca , melihat dan mendengar.

Tak ada lagi bacaan yang dapat meningkatkan terhadap daya ingat dan memberikan ketenangan kepada seseorang kecuali membaca Alquran.

Dari hasil uji cobanya ia berkesimpulan, bacaan Alquran berpengaruh besar hingga 97% dalam melahirkan ketenangan jiwa dan penyembuhan penyakit.Objek penelitiannya terhadap 5 orang sukarelawan yang terdiri dari 3 pria dan 2 wanita. Penelitian yang dilakukan sebanyak 210 kali ini terbagi dua sesi, yakni membacakan Alquran dengan tartil dan membacakan bahasa Arab yang bukan dari Alquran. Kesimpulannya, responden mendapatkan ketenangan sampai 65% ketika mendengarkan bacaan Alquran dan mendapatkan ketenangan hanya 35% ketika mendengarkan bahasa Arab yang bukan dari Alquran.

Menurut penelitiannya, bayi yang berusia 48 jam yang kepadanya diperdengarkan ayat-ayat Alquran dari tape recorder menunjukkan respons tersenyum dan menjadi lebih tenang. Selain memengaruhi IQ dan EQ, bacaan Alquran memengaruhi kecerdasan spiritual (SQ).

Maha benar Allah yang telah berfirman, apabila dibacakan Alquran, simaklah dengan baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.

Pentingnya Menjaga Lisan

“ Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian,hendaklah iya bertutur kata yang baik atau lebih baik diam” (HR. Bhukhari dan Muslim)
Jika ucapan adalah perak, maka diam adalah emas. ungkapan ini seolah mengisaratkan kita bahwa diam menyelamatkan kita. dan diam itu lebih baik dari pada berkata kata tetapi tidak ada manfaat nya. Bahkan lisan memegang peranan penting dari 77 cabang keimanan. amal lisan adalah yg paling bnyak jumlah nya. oleh karenanya islam menekankan akan penting nya menjaga lisan dalam kehidupan sehari hari.

Imam al-ghajali rahimahullah memberikan nasehat kepada kita, bahwa lisan sungguh amat besar bahayanya. tidak ada manusia yg bisa selamat dari lisan ini kecuali dengan diam. oleh sebab itu, islam memuji orang yg diam tidak berkata kata kecuali yg keluar dari lisanya ini sebuah perkataan yg baik.
Allah SWT berfirman : ….serta ucapkanlah kata kata yg baik kepada manusia”.(Q.S Al baqarah :83).

Pentingnya Menjaga Lisan

Terkadang menjaga lisan itu sangat sulit dilakukan oleh kita, kecuali orang orang beriman kepada Allah dan menyakini akan adanya hari akhir yaitu hari penuh perhitngan dan pembalasan.

Sahabat dunia islam, yakin lah orang yg berbuat dan beramal shalih pasti akan di balas dgn kesenangan dan kebahagian. sedangkan orang yg tidak berbuat baik dan tidak beramal shalih mendapatkan balasan dari keburukan itu. semoga Allah memberi kepada kita ke istiqomahan dalam beramal shalih.

Sesungguh nya kita mengetahui bahwa lisan merupakan salah satu nikmat yang besar, bentk nya kecil dan halus namun disitu terletak kebaikan dan keburukan seseorang.
amat besar pengaruhnya terhadap yang positif maupun yg negatif dalam kehidupan seorang muslim.

Membahas tentang lisan ada satu nasehat yang sangat berharga dalam hal menjaga lisan, disampaikan oleh Rasulullah SAW dan menjadi tuntunan kita, sebagai mana hadis di atas yaitu “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendak nya berkata baik atau diam”

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Tirmidzi, Uqbah bin Amir berkata : aku pernah bertanya kepada Rasullah SAW, Ya Rasulullah, apakah keselamatan itu? beliau menjawab, tahan lah lisan mu dan hendak nya rumah mu menyenangkan mu (karena penuh dengan dzikir dan mengingat Allah SWT) dan menangislah atas kesalahan mu (karena menyesal). (HR. Tirmidzi).

Diujung pembahasan tentang Pentingnya Menjaga Lisan, mari kita selalu menjaga diri dari ucapan yg tidak bermanfaat seperti gibah, menceritakan keburukan orang lain maupun berbohong dan menfitnah. banyak berbicara yg tidak bermanfaat membuat hati menjadi keras, jika kita tidak mampu untk menjaga semua itu maka lebih baik diam. dan diam merupakan pilihan paling bijak dan menyelamatkan baik dunia maupun akhirat. Tidak sedikit persahabatan menjadi retak hanya karena perkataan yang menyinggung perasaan, banyak pertemanan yang akhirnya berujung pertengkaran dan permusuhan, tidak sedikit pasangan suami istri yang cekcok dan bertengkar dikarenakan ucapan yg salah keluar dari lisan. olehkarena itu. jika kita tidak mampu berkata baik, maka diam jalan yang paling bijak.

Orang Tua Juga Bisa Durhaka Kepada Anak?

Orang tua Juga Bisa Durhaka Kepada Anak – Ustadz Muslih Abdul Karim, Lc menceritakan kepada Ummi, pada suatu hari, seorang laki-laki menemui Umar bin Khaththab untuk mengadukan kedurhakaan anaknya. Umar memanggil anak tersebut dan menegur perbuatannya itu. Setelah itu anak tersebut bertanya, “Wahai Amirul Mukminin, bukankah  anak memiliki hak atas orangtuanya?”

Umar menjawab, “Benar.”

“Apa hak anak?” tanya sang anak. Dijawab Umar, “Memilihkan calon ibu yang baik untuknya, memberinya nama yang baik, dan mengajarinya Al-Qur’an.”

Anak itu berkata, “Wahai Amirul Mukminin, ayahku tidak melakukan satu pun dari apa yang tuan sebutkan itu. Ibuku wanita berkulit hitam bekas budak beragama Majusi. Ia menamakanku Ju’lan (tikus atau curut), dan dia tidak mengajariku satu huruf pun dari Al-Qur’an.

Umar segera memandang orangtua itu dan berkata, “Engkau datang mengadukan kedurhakaan anakmu, padahal engkau telah durhaka kepadanya sebelum ia mendurhakaimu. Engkau telah berbuat buruk kepadanya sebelum ia berbuat buruk kepadamu.”

Dewasa ini kita sering mendengar kezaliman yang dilakukan orangtua kepada anaknya. Ada ayah yang memperkosa anaknya selama bertahun-tahun, Ibu yang menjual anaknya, atau guru yang menganiaya murid.  Islam sangat keras menentang kekerasan pada anak, bahkan tak menunjukkan kasih sayang saja dilarang.

Dari Abu Hurairah ra katanya Rasulullah SAW mencium Hasan bin Ali. Ketika itu duduk Aqra bin Habis. Al Aqra berkata: ”Aaya mempunyai sepuluh anak, tidak seorangpun di antara mereka yang pernah saya cium”. Rasulullah memandang kepadanya, kemudian berkata:”Siapa yang tidak mengasihi tidak akan di kasihi”(Shahih Bukhari jilid IV, hadis ke 1696)

Islam dalam segala aspek kehidupan

Pemisahan agama dari kehidupan keluarga, masyarakat, bahkan bernegara menjadi pemicu utama dalam membentuk individu yang tak berperasaan. Kekerasan yang diterima anak baik fisik maupun psikis adalah bukti jauhnya manusia dari hati nurani. Padahal perasaan dan nurani hanya dapat terasah dengan hadirnya iman dan ketaqwaan.

Bagaimana mungkin seorang yang memiliki iman tega menyakiti makhluk lemah anak demi pelampiasan amarah, menghancurkan karakter anak dengan kata-kata negatif, bahkan membunuh masa depan mereka dengan pelecehan seksual? Kekerasan hanya akan membentuk anak yang telah dewasa menjadi pribadi penerus lingkaran kezaliman pada anak di bawahnya. Bagaimana memutusnya?

Islam paling depan menyuarakan perlindungan dan kasih sayang terhadap mereka sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw terhadap anaknya, cucunya, bahkan anak para sahabatnya. Beliau bersabda, “Man laa yarham laa  yurham” siapa yang tidak mencinta maka dia tidak dicintai. (HR. Muslim)

Dalam Al-Qur’an, Allah telah memberikan landasan dasar dan metode yang universal dalam mendidik anak. Penyampaian aqidah sebagai awal pendidikan yang disampaikan Luqman kepada buah hatinya, juga kasih sayang para nabi kepada anaknya semua terekam dalam Al-Qur’an. Sehingga tak heran jika kemudian Allah juga menekankan pentingnya ketaatan anak kepada orang tua, serta berbuat baik dan menghormati keduanya. Itu semua adalah hubungan timbal balik yang berhak didapat orang tua yang mendidik anaknya dengan penuh kemuliaan.

Lalu bagaimana dengan orang tua yang alakadarnya dalam mendidik anak, tidak memperhatikan nilai kasih sayang, moral, apalagi bekal keimanan? Anehkah jika Allah membalas doa anak untuk orang tuanya dengan kasih sayang yang alakadarnya juga, karena isi doa sang anak adalah “Ya Allah, kasihilah orang tuaku sebagaimana ia menyayangiku di waktu kecil”?

Rancang Rumah Tangga Islami Sejak Awal

Ibnul Qoyyim ra mengatakan, “Bila terlihat kerusakan pada diri anak-anak, mayoritas penyebabnya adalah bersumber dari orangtuanya.”

Bekalan nilai-nilai Islam yang ditanamkan sejak dini kepada anak akan menjadi tameng baginya untuk tidak melakukan kezaliman, bahkan melindungi anak dari aniaya orang lain. Keluarga yang konsisten menerapkan nilai-nilai Islam dalam kondisi carut marut seperti sekarang, berarti telah menjadi pemutus mata rantai kezaliman terhadap anak (lihat Tafsir Hadits). Amirul Mukminin Ali ra memberikan teladan, “Ajarilah diri-diri kalian dan keluarga-keluarga kalian kebaikan dan bimbinglah mereka.”

Karena itu, untuk melahirkan pribadi yang kuat dan mampu memberi kekuatan kepada orang lain, semua harus dilihat dari awal persiapan pembentukan rumah tangga.

Proses mencari pasangan hidup, tentu menjadi tema awal yang harus diperhatikan. Menurut Ustadz Syahrul Syah, proses ini sangat menentukan kualitas keturunan. “Makanya jangan mengawali rumah tangga dengan zina,” tegasnya. Bagaimana mungkin, jelas Ustadz Syahrul, bisa mendapatkan anak yang bagus kalau diawali dengan cara yang tidak bagus, misalnya hamil di luar nikah.

Kemudian, saat mengandung, ibu pun dianjurkan memperbanyak membaca Al-Qur’an, bersenandung lagu-lagu Islam, berzikir. Intinya, melakukan perbuatan-perbuatan yang mendekatkan dirinya pada Allah. “Kalau  yang didengar janin itu suara-suara yang baik, suara keimanan, insya Allah sang anak akan lahir benar-benar bersih,” tambahnya.

Ustadz yang kerap menjadi juri dan penceramah di berbagai acara teve ini pun menyitir sabda Rasulullah saw, “Didiklah anak-anakmu dengan tiga hal; cinta nabi, cinta pada keluarga, dan cinta membaca Al-Qur’an.

Keutamaan Mencari Nafkah Untuk Keluarga

Bicara tentang mencari nafkah, tentu kita ingin mencari nafkah yang banyak dan berkah, betul tidak?. Tetapi ada hal – hal yang perlu kita ketahui yaitu keutamaan mencari nafkah bagi suami. Keutamaan mencari nafkah bagi suami amatlah luar biasa. Ketika suami pergi di pagi hari dan pulang di malam hari untuk mencari nafkah insya Allah akan Allah balas setiap keringat yang menetes karena lelahnya dengan pahala yang besar. Sungguh tak ada amalan yang sia-sia jika benar diniatkan karena Allah dan sesuai dengan petunjuk-Nya.

Ath-Thabarani meriwayatkan dari Abu Hurairah yang berkata, “Tatkala kami (para sahabat) duduk-duduk di sisi Rasulullah Saw, tiba-tiba ada seorang pemuda yang keluar dari jalan bukit. Ketika kami memperhatikannya, maka kami pun berkata, “Kalau saja pemuda ini menggunakan kekuatan dan masa mudanya untuk jihad di jalan Allah!”  Mendengar ucapan para sahabat itu, Rasulullah Saw bersabda: “Memangnya jihad di jalan Allah itu hanya yang terbunuh (dalam perang) saja? Siapa yang bekerja untuk menghidupi orang tuanya, maka dia di jalan Allah, siapa yang berkerja menghidupi keluarganya maka dia di jalan Allah, tapi siapa yang bekerja untuk bermewah-mewahan (memperbanyak harta) maka dia di jalan thaghut.” (HR Thabrani, Al-Mu’jam Al-Ausath).

Lalu apa saja Keutamaan Mencari Nafkah Untuk Keluarga kita? Berikut 5 keutamaan mencari nafkah bagi suami:

Pertama, Berlimpah Pahala jika Niatnya Benar

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sungguh tidaklah engkau menginfakkan nafkah (harta) dengan tujuan mengharapkan (melihat) wajah Allah (pada hari kiamat nanti) kecuali kamu akan mendapatkan ganjaran pahala (yang besar), sampai pun makanan yang kamu berikan kepada istrimu.” (HR. Bukhari no. 56).

Keutamaan mencari nafkah yang pertama ialah suami akan mendaptkan pahala yang berlimpah, jika diniatkan dengan ikhlas semata karena Allah. Namun jika apa yang suami lakukan hanyalah untuk sebuah rutinitas biasa, yakni hanya sekedar untuk memenuhi kewajiban suami dalam memberi nafkah tanpa disertai niat yang ikhlas karena Allah, maka belum tentu akan berbuah pahala. Sebab pahala akan tergantung dengan niatnya.

Kedua, Allah akan Ganti dengan Harta yang Lebih Baik

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Tidaklah para hamba berpergi hari di dalamnya melainkan ada dua malaikat yang turun, salah satunya berkata, “Ya Allah, berilah ganti kepada orang yang senang berinfak.” Yang lain mengatakan, “Ya Allah, berilah kebangkrutan kepada orang yang pelit.” (HR. Bukhari no. 1442 dan Muslim no. 1010).

Mencari nafkah bagi suami untuk keluarganya termasuk kedalam berinfak, sehingga termasuk dalam keutamaan hadits ini. Yakni, Allah akan menjadikan harta yang dikeluarkannya itu dengan barokah yang berlimpah dan menggantikan setiap harta dengan ganti yang lebih baik. Inilah salah satu keutamaan mencari nafkah bagi suami yang Allah berikan.

Ketiga, Menafkahi Keluarga lebih Utama dari Sedekah

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Satu dinar yang engkau keluarkan di jalan Allah, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk memerdekakan seorang budak, lalu satu dinar yang engkau yang engkau keluarkan untuk satu orang miskin, dibandingkan dengan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu maka pahalanya lebih besar (dari amalan kebaikan yang disebutkan tadi, pen)” (HR. Muslim no. 995).

Memberi nafkah untuk keluarga itu lebih utama dari sedekah yang hukumnya sunnah, ini karena kewajiban suami yang utama itu terletak pada keluarganya. Suami memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Keempat, Mencari Nafkah termasuk Sedekah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Harta yang dikeluarkan sebagai makanan untukmu dinilai sebagai sedekah untukmu. Begitu pula makanan yang engkau beri pada anakmu, itu pun dinilai sedekah. Begitu juga makanan yang engkau beri pada istrimu, itu pun bernilai sedekah untukmu. Juga makanan yang engkau beri pada pembantumu, itu juga termasuk sedekah,” (H.R. Ahmad).

Keutamaan mencari nafkah bagi suami yang selanjutnya adalah setiap nafkah yang diberikan kepada keluarga akan bernilai sedekah. Allah telah menjanjikan bahwa pahala dari sedekah itu berlimpah, insya Allah.

Kelima, Mencari Nafkah adalah Tanggung Jawab Suami

Dalam riwayat Ibnu Hibban disebutkan,

Allah akan bertanya pada setiap pemimpin atas apa yang ia pimpin, apakah ia memperhatikan atau melalaikannya,” (H.R. Ibnu Hibban).

Setiap suami memikul tanggung jawab atas keluarga yang dipimpinnya, termasuk mengenai kebutuhan keluarganya. Apakah suami memperhatikan kebutuhan keluarganya dengan baik atau justru melalaikannya. Maka sudah menjadi tanggung jawab suami untuk memberi nafkah keluarganya sebagai bentuk tanggung jawab yang mereka emban. Insya Allah ini akan berbuah pahala, sebagaimana yang telah Allah janjikan sebagai keutamaan mencari nafkah bagi suami.

Selasa, 21 Maret 2017

Jauhi Prasangka Buruk Kepada Allah

Perlu untuk kita ketahui bersama bahwa Allah adalah Dzat yang maha sempurna, baik dari Nama, Sifat maupun perbuatan-Nya. Tidak ada satupun aib atau cela yang terdapat pada Allah. Sebagai bentuk realisasi tauhid, kita dilarang mengingkari nama dan sifat yang telah ditetapkankan oleh Allah Ta’ala. Kita wajib percaya dan menerima sesuatu yang telah ditetapkan Allah kepada para hambaNya.

Segala Sesuatu Diciptakan Dengan Hikmah

Allah menciptakan langit dan bumi beserta isinya, semuanya tentu mengandung hikmah yang agung dan tidak dalam rangka kesia-siaan. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah (hanya sia-sia saja). Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka…” (Ash-Shood: 27). Termasuk tatkala Allah memberikan manfaat (kebaikan) atau suatu mudhorot (musibah) pada seseorang, tentunya hal ini juga mengandung hikmah yang agung di dalamnya.

Untuk itu kita harus selalu berhusnuzhon (berprasangka baik) terhadap segala sesuatu yang telah Allah tetapkan kepada para hamba-Nya agar kita termasuk orang-orang yang beruntung.

Rahasia di Balik Musibah

Para pembaca yang budiman, tidaklah Allah menimpakan suatu musibah kepada para hambaNya yang mu’min kecuali untuk tiga hal:

1. Mengangkat derajat bagi orang yang tertimpa musibah, karena kesabarannya terhadap musibah yang telah Allah tetapkan.
2. Sebagai cobaan bagi dirinya.
3. Sebagai pelebur dosa, atas dosanya yang telah lalu.

Su’udzon Itu Tercela

Su’udzon (berprasangka buruk) pada Allah merupakan sifat tercela yang harus dijauhi dari diri setiap orang yang beriman karena hal ini merupakan salah satu dari dosa besar. Sikap seperti ini juga merupakan kebiasaan orang-orang kafir dan munafiq. Mereka berprasangka kepada Allah dengan prasangka yang buruk dan mengharapkan kekalahan dan kehancuran kaum muslimin. Akan tetapi Allah membalik tipu daya mereka serta mengancam mereka dengan adzab yang pedih di dunia dan akhirat.

Allah berfirman yang artinya, “Dan supaya Dia mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan yang mereka itu berprasangka buruk terhadap Allah. Mereka akan mendapat giliran (kebinasaan) yang amat buruk dan Allah memurkai dan mengutuk mereka serta menyediakan bagi mereka neraka Jahannam. Dan (neraka Jahannam) itulah sejahat-jahat tempat kembali.” (Al-Fath: 6)

Adzab dunia yang akan diterima oleh orang kafir dan munafiq adalah berupa keresahan dan kegelisahan yang melanda hati mereka tatkala melihat keberhasilan kaum muslimin. Adapun adzab akhirat, mereka akan mendapatkan murka Allah serta dijauhkan dari rahmat Allah dan dimasukkan ke dalam neraka jahannam yang merupakan sejelek-jelek tempat kembali.

Berprasangka buruk pada Allah merupakan bentuk cemooh atau ingkar pada takdir Allah, Misalnya dengan mengatakan “Seharusnya kejadiannya begini dan begitu.” Atau ucapan, “Kok rejeki saya akhir-akhir ini seret terus ya? Lagi apes memang…” serta bentuk ucapan-ucapan yang lain. Banyak orang berprasangka buruk pada Allah baik yang berkaitan dengan dirinya sendiri maupun orang lain. Tidak ada yang dapat menghindar dari prasangka buruk ini kecuali bagi orang-orang yang memahami nama dan sifat Allah. Maka sudah selayaknya bagi orang yang berakal dan mau membenahi diri, hendaklah ia memperhatikan permasalahan ini dan mau bertobat serta memohon ampun terhadap prasangka buruk yang telah ia lakukan.

Jauhi Prasangka Buruk Kepada Allah

Sikap berburuk sangka merupakan sikap orang-orang jahiliyah, yang merupakan bentuk kekufuran yang dapat menghilangkan atau mengurangi tauhid seseorang. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliyah. Mereka berkata: ‘Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?’ Katakanlah: ‘Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allah.’ Mereka menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka terangkan kepadamu; mereka berkata: ‘Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini.’ Katakanlah: ‘Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh.’ Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui isi hati.” (Ali-Imran: 154)

Iman dan tauhid seorang hamba tidak akan sempurna sehingga ia membenarkan semua yang dikabarkan oleh Allah, baik berupa nama dan sifat-sifat-Nya, kesempurnaan-Nya serta meyakini dan membenarkan janji-Nya bahwa Dia akan menolong agama ini

Untuk itu sekali lagi marilah kita instropeksi diri, apakah kita termasuk orang yang seperti ini (orang gemar berprasangka buruk pada Allah) sehingga kita dijauhkan dari surga Allah yang kekal? Kita berdo’a kepada Allah agar menjauhkan kita semua dari berprasangka buruk kepadaNya. WAllahu a’lam.(8/4)

Empat Tingkatan Cara Allah Memberi Rezeki

Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menuliskan bahwa pada suatu hari datanglah seorang yang telah kehilangan semangat kepada seorang hakim. Lantas dia menanyakan tentang mengapa ada seorang yang bodoh tetapi mendapat rezeki yang layak. Sedangkan, di sisi lain, ada seorang yang mempunyai otak cemerlang tetapi tidak mendapat rezeki yang layak.

Mendengar pertanyaan itu, sang hakim menjawab sebagai berikut, “Jika setiap orang yang mempunyai otak cemerlang mendapat rezeki yang layak, dan setiap orang yang bodoh tidak mendapat rezeki yang layak, maka akan timbul sebuah asumsi bahwa seorang yang mempunyai otak cemerlang dapat memberikan rezeki kepada temannya. Akibatnya, setelah orang lain tahu dan berpandangan bahwa yang dapat memberi rezeki itu adalah temannya sendiri, maka tidak ada artinya usaha yang mereka lakukan untuk mendapat rezeki tersebut.”

Semua rezeki yang ada itu berasal dari Allah karena Allah adalah ar-Razzaq (Maha Pemberi Rezeki). Allah memberikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Firman Allah, “Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkan (bagi siapa yang Dia kehendaki),” (QS ar-Ra’d [13]: 26).

Rezeki merupakan salah satu rahasia Allah dari tiga hal lainnya, yaitu umur, jodoh, dan kematian. Ia tidak dapat dikalkulasi dengan nalar manusia.

Allah SWT telah menjamin rezeki setiap makhluk-Nya. Setiap manusia yang terlahir ke dunia sudah dilengkapi dengan rezeki masing-masing. Oleh karena itu, selayaknyalah kita tidak perlu cemas mengenai rezeki. Persoalan rezeki telah diatur oleh Allah SWT.

Ada empat tingkatan cara Allah memberi rezeki.

Pertama, rezeki tingkat pertama (yang dijamin oleh Allah), “Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di atas bumi ini melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya,” (QS Hud [11]: 6). Artinya, Allah akan memberi kesehatan, makan, dan minum untuk seluruh makhluk hidup di dunia ini. Ini adalah rezeki dasar yang terendah.

Kedua, rezeki tingkat kedua, “Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya,” (QS an-Najm [53]: 39). Allah akan memberi rezeki sesuai dengan apa yang dikerjakan hambanya. Jika kerja lebih lama, lebih rajin, lebih berilmu, lebih sungguh-sungguh, ia akan mendapat lebih banyak. Tidak pandang dia itu Muslim atau kafir.

Ketiga, rezeki tingkat ketiga, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangatlah berat.” Inilah rezeki yang disayang Allah.

Keempat, rezeki tingkat keempat (selalu berusaha dan ikhtiar)“ Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)Nya….(QS ath-Thalaq [65]: 2-3).

Hal penting yang perlu dilakukan sebagai manusia yang diberi akal budi, kita tetaplah harus berikhtiar, berusaha untuk mendapat rezeki itu. Terlepas nanti apakah rezeki kita banyak atau tidak, itu dikembalikan kepada Allah. Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita adalah untuk mencoba karena di dalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun kesempatan untuk berhasil.

Haruslah yakin bahwa ikhtiar itu bukan penyebab datangnya rezeki, tapi rezeki itu datangnya dari Allah. Untuk mendapat rezeki ada Kunci pembuka rezeki, maka berusaha dan menjemput rezeki itu juga penting. Selamat menjemput rezeki, semoga berkah.(5/1)*

Bahaya Sifat Sombong Dan Angkuh

Karena angkuh dan sombong Iblis terusir dari surga dan terlaknat hingga Hari Kiamat, bahkan selamanya. Karena angkuh dan sombong, Firaun ditenggelamkan dalam lautan dan jasadnya dipermalukan sebagai ibrah manusia sejagat. Karena angkuh dan sombong, Qarun dibenamkan ke perut bumi berikut harta dan kekayaannya.

Senasib dengan makhluk terkutuk lainnya, kaum ‘Aad, kaum Luth, Tsamud, dan lain sebagainya. Semuanya diazab dengan pedih karena kesombongan dan keangkuhan mereka; memandang rendah para rasul yang diutus kepada mereka. Lebih dari itu, mereka pun menolak kebenaran yang disampaikan para rasul.

Untuk sebuah seruan, kepada siapa pun, janji dan peringatan Allah ini maha benar-Nya. Akibat angkuh dan sombong pasti akan sakit dan menyakitkan, hina dan menghinakan, habis dan menghabiskan. Berdalih dan berargumentasi untuk sebuah pembenaran yang dipaksakan adalah hal yang sama pasti akan merusakkan dirinya.

Ia sombong dengan kecerdasannya yang sebenarnya juga terbatas lagi semu. Ia berani mengutak-atik ayat-ayat-Nya dengan dalih multitafsir; ia tak merasa malu dan bersalah melawan seruan ulama. Mengkritisi dengan kata-kata yang tak pantas, membabi dan membuta siapa pun lawan politiknya.

Saudaraku, sebagai manusia kita adalah makhluk yang lemah. Karenanya tak selayaknya untuk merasa dirinya paling menguasai ilmu, paling pintar dan menyombongkan diri di hadapan Penguasa langit dan bumi.

Ironisnya, imbas kepentingan dunia bernama pilkada justru menunjukkan banyak manusia yang lupa hakikat dan jati dirinya, sehingga membuat dia sombong dan angkuh untuk menerima kebenaran, merendahkan orang lain, serta memandang dirinya sempurna dalam segala hal.

Rasulullah SAW telah menjelaskan tentang Bahaya Sifat Sombong Dan Angkuh, sebagaimana diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud, dari Nabi, beliau bersabda, “Tidak masuk surga siapa saja yang di dalam hatinya ada sedikit kesombongan, kemudian seseorang berkata, “Sesungguhnya seseorang itu senang pakaiannya bagus dan sandalnya bagus.” Beliau bersabda,”Sesunguhnya Allah itu Indah dan Dia menyenangi keindahan, kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.” (HR Muslim).

Imam An-Nawawi turut berkomentar tentang hadis ini, “Hadis ini berisi larangan dari sifat sombong yaitu menyombongkan diri kepada manusia, merendahkan mereka dan menolak kebenaran.” (Syarah Shahih Muslim 2/269).

Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hambali berkata, “Orang yang sombong adalah orang yang memandang dirinya sempurna segala-galanya, dia memandang orang lain rendah, meremehkannya dan menganggap orang lain itu tidak pantas mengerjakan suatu urusan. Dia juga sombong menerima kebenaran dari orang lain.” (Jami’ul Ulum Wal Hikam, 2/275).

Raghib Al-Asfahani berkata, “Sombong adalah keadaan/kondisi seseorang yang merasa bangga dengan dirinya sendiri, memandang dirinya lebih utama dari orang lain, kesombongan yang paling parah adalah sombong kepada Rabb-nya dengan cara menolak kebenaran (dari-Nya) dan angkuh untuk tunduk kepada-Nya baik berupa ketaatan maupun dalam mentauhidkan-Nya.” (Umdatul Qari`, 22/140).

Camkan Allah SWT berfirman untuk kita, “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri (angkuh).” (QS Luqman: 18).

Ibnu Abbas menjelaskan makna firman Allah “(Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia), dia berkata, “Janganlah kamu sombong dan merendahkan manusia, hingga kamu memalingkan wajahmu ketika mereka berbicara kepadamu.” (Tafsir At-Thobari 21/74). Ingat nasihat Nabi SAW, “Tidak akan masuk surga siapa saja yang di dalam hatinya terdapat sedikit kesombongan.” (HR Muslim).

Akibat angkuh sungguh sangat berbahaya. Lawan dari sifat ini adalah tawadhu. Maka sepantasnya, seorang Muslim menjauhkan diri dari sifat sombong dan menumbuhkan sifat tawadhu. Semoga Allah SWT mengisi dan memenuhi hati kita dengan sifat tawadhu. Mudah menerima kebenaran, dan tidak meremehkan orang lain. Aamiin.

Sebaik Baik Manusia Adalah Yang Paling Bermanfaat Bagi Orang Lain


Salam sejahtera untuk kita semua semoga Allah SWT memberikan selalu keberkahan untuk kita semua. Sebagai manusia yang hidup dalam bermasyarakat tentu kita selalu bersinggungan dengan orang lain. Menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain merupakan perkara yang sangat dianjurkan oleh agama. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ

“Sebaik Baik Manusia Adalah Yang Paling Bermanfaat Bagi Orang Lain”

Hadist di atas menunjukan bahwa Rasullullah menganjurkan umat islam selalau berbuat baik terhadap orang lain dan mahluk yang lain. Hal ini menjadi indikator bagaimana menjadi mukmin yang sebenarnya. Eksistensi manusia sebenarnya ditentukan oleh kemanfataannya pada yang lain. Adakah dia berguna bagi orang lain, atau malah sebaliknya menjadi parasit buat yang lainnya.

Setiap perbuatan maka akan kembali kepada orang yang berbuat. Seperti kita Memberikan manfaat kepada orang lain, maka manfaatnya akan kembali untuk kebaikan diri kita sendiri dan juga sebaliknya. Allah Jalla wa ‘Alaa berfirman:

إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ
“Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri” (QS. Al-Isra:7)

Tentu saja manfaat dalam hadits ini sangat luas. Manfaat yang dimaksud bukan sekedar manfaat materi, yang biasanya diwujudkan dalam bentuk pemberian harta atau kekayaan dengan jumlah tertentu kepada orang lain. Manfaat yang bisa diberikan kepada orang lain bisa berupa :

Pertama Ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu umum/dunia;
Manusia bisa memberikan kemanfaatan kepada orang lain dengan ilmu yang dimilikinya. Baik itu ilmu agama maupun ilmu umum. Bahkan, seseorang yang memiliki ilmu agama kemudian diajarkannya kepada orang lain dan membawa kemanfaatan bagi orang tersebut dengan datangnya hidayah kepada-Nya, maka ini adalah keberuntungan yang sangat besar, lebih besar dari unta merah yang menjadi simbol kekayaan orang Arab.

Ilmu umum yang diajarkan kepada orang lain juga merupakan bentuk kemanfaatan tersendiri. Terlebih jika dengan ilmu itu orang lain mendapatkan life skill (keterampilan hidup), lalu dengan life skill itu ia mendapatkan nafkah untuk sarana ibadah dan menafkahi keluarganya, lalu nafkah itu juga anaknya bisa sekolah, dari sekolahnya si anak bisa bekerja, menghidupi keluarganya, dan seterusnya, maka ilmu itu menjadi pahala jariyah baginya.

“Jika seseorang meninggal maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal; shadaqah jariyah, ilmu
yang manfaat, dan anak shalih yang mendoakan orang tuanya” (HR. Muslim)

Kedua Materi (Harta/Kekayaan)

Manusia juga bisa memberikan manfaat kepada sesamanya dengan harta/kekayaan yang ia punya. Bentuknya bisa bermacam-macam. Secara umum mengeluarkan harta di jalan Allah itu disebut infaq. Infaq yang wajib adalah zakat. Dan yang sunnah biasa disebut shodaqah. Memberikan kemanfaatan harta juga bisa dengan pemberian hadiah kepada orang lain. Tentu, yang nilai kemanfaatannya lebih besar adalah yang pemberian kepada orang yang paling membutuhkan.

Ketiga Tenaga/Keahlian

Bentuk kemanfaatan berikutnya adalah tenaga. Manusia bisa memberikan kemanfaatan kepada orang lain dengan tenaga yang ia miliki. Misalnya jika ada perbaikan jalan kampung, kita bias memberikan kemanfaatan dengan ikut bergotong royong. Ketika ada pembangunan masjid kita bisa membantu dengan tenaga kita juga. Saat ada tetangga yang kesulitan dengan masalah kelistrikan sementara kita memiliki keahlian dalam hal itu, kita juga bisa membantunya dan memberikan kemanfaatan dengan keahlian kita.

Keempat, Sikap yang baik

Sikap yang baik kepada sesama juga termasuk kemanfaatan. Baik kemanfaatan itu terasa langsung ataupun tidak langsung. Maka Rasulullah SAW memasukkan senyum kepada orang lain sebagai shadaqah karena mengandung unsur kemanfaatan. Dengan senyum dan sikap baik kita, kita telah mendukung terciptanya lingkungan yang baik dan kondusif.

Semakin banyak seseorang memberikan kelima hal di atas kepada orang lain -tentunya orang yang tepat- maka semakin tinggi tingkat kemanfaatannya bagi orang lain. Semakin tinggi kemanfaatan seseorang kepada orang lain, maka ia semakin tinggi posisinya sebagai manusia menuju “manusia terbaik”.

mari kita belajar dari penggalan kisah diceritakan kepada kami Muhammad bin Abdurrahman Asy-Syafii, berkata kepada kami Al-Qasim bin Hasyim As-Samsar, ia berkata : telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Qais Adl-Dlibbi, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Sukain bin Siraj, berkata kepada kami Amr bin Dinar, dari Ibnu Umar bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW, maka ia bertanya: “Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling dicintai Allah? Dan apakah amal yang paling dicintai Allah azza wa jalla?” Rasulullah SAW bersabda : “Orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain…” (HR. Thabrani dalam Mu’jam Al-Kabir li Ath-Thabrani juz 11 hlm.84). Wallahu a’lam*

Membiasakan Perilaku Terpuji

Sebagai orang muslim kita harus membiasakan berperilaku terpuji, diantaranya yakni bagaimana kita harus selalu berhusnudzan terhadap siapapun serta bertaubat kepada Allah SWT.

Mengenai perilaku terpuji atau akhlak terpuji menurut  pendekatan etimologi, akhlak berasal dari bahasa Arab jama’ dari bentuk mufradnnya “khuluqun” yang artinya budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat, yang mana akhlak atau perilaku yang baik disini di contohkan seperti husnudzan, bertuturkata dan bertingkah laku yang baik, ada pula yang mengatakan bahwa akhlak merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa seseorang yang akhirnya berbuah suatu perbuatan.

Perilaku terpuji atau akhlak terpuji adalah segala tingkah laku yang terpuji, dapat disebut juga dengan akhlak yang utama, yakni akhlak yang baik dilahirkan oleh sifat-sifat yang baik yang tertanam dalam jiwa seseorang tersebut. Sangat berbeda dengan akhlak yang buruk atau perilaku yang buruk yakni yang tercermin dari tutur kata, tingkah laku, dan sikap yang tidak baik.

Ada beberpa contoh Penerapan Perilaku Terpuji dalam kehidupan sehari – hari yaitu :

Pertama, Selalu bertutur kata yang santun dan menghindari perkataan yang menyakitkan orang lain

Dalam islam menjaga lisan amatlah penting seperti dalam hadis berikut:

Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian,hendaklah iya bertutur kata yang baik atau lebih baik diam” (HR. Bhukhari dan Muslim)

Kedua, Selalu tersenyum untuk semua orang, Karena tersenyum termasuk sedekah dan dapat melembutkan hati seseorang

Rasulullah SAW bersabda, “Senyum kalian bagi saudaranya adalah sedekah, beramar makruf dan nahi mungkar yang kalian lakukan untuk saudaranya juga sedekah, dan kalian menunjukkan jalan bagi seseorang yang tersesat juga sedekah.” (HR Tirmizi dan Abu Dzar).

Ketiga, Tidak suka membuka aib orang lain dan selalu berusaha mendamaikan persengketaan

Membicaran aib orang lain atau yang di sebut Ghibah.

Zaman sekarang bukan dianggap salah bahkan sudah menjadi tradisi dalam masyarakat kita. Padahal di balik perbuatan itu ada hukuman yang setimpal.

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang (Surah al-Hujurat(49):12).

Keempat, Mampu menghindari diri dari hasutan dan usaha untuk mengadu domba dan bermusuhan

Kelima, Bersikap ikhlas bila membantu orang yang membutuhkan

Keenam, Tidak membeda-bedakan pergaulan atas dasar status sosial atau kekayaan, akan tetapi bergaul dengan orang yang saleh dan bertakwa serta memiliki ilmu pengetahuan yang luas.

Ketujuh, Tidak suka berburuk sangka atau menuduh orang lain karena akan menimbulkan perasaan sakit hati. Akan tetapi apabila terjadi sebaliknya terhadap diri kita, maka maafkanlah dan do’akan agar mereka menyadari kesalahannya.

Kamis, 16 Maret 2017

Tiga Tips Memperbaiki Diri

Bismillah walhamdulillah…asholatu wassalamu ‘ala rosulillah…

SEBAGAI hamba Allah azza wa jalla, kita senantiasa ingin mengoptimalkan ibadah kepadaNya. Di era penghujung zaman ini, godaan kefanaan dunia kian melindas iman dan islam, tentunya kita perlu terus-menerus mengintrospeksi dan memperbaiki diri agar tidak keliru memilih jalan. Selanjutnya, kondisi peningkatan kualitas diri merupakan senjata bagi kita pula untuk mendidik generasi buah hati.

Berikut sedikit tips yang penulis dapat share supaya kita menguatkan hati dalam memperbaiki diri.

1. Cinta Taubat.
“Jika kamu bertaubat sehingga taubat itu gugur dan kamu kembali melakukan dosa, maka, bersegeralah bertaubat kembali! Katakanlah pada dirimu:”Moga-moga aku mati sebelum sempat mengulangi dosa kali ini….”
(al-Ghazali)

Maksiat itu selalu haus akan kegiatan dosa yang berterusan. Maka siramilah taubatan sejati dengan dzikrulloh. Miliki target dan berkomitmen dalam aktivitas harian, misalkan : “Saya istighfar 100 kali.. Subhanallah walhamdulillah waLailahaillahu Allahu akbar 100 kali.. Allahumma solli ala Muhammad 100 kali. Membaca sayyidul istighfar pagi dan petang, dst…” Tandai ‘welldone’ dalam catatan pribadi ketika target tercapai, dan tambahkan terus-menerus list aktivitas kebaikan yang ingin dikerjakan. Puaskan diri dengan menikmati kasih sayang Allah ta’ala melalui renungan dzikrulloh yang telah diterapkan. Cinta Taubat ini janganlah ditunda, mari lakukan sekarang juga!

2. Jaga Sholat 5 Waktu!
ngatlah, sholat adalah ibadah nomor satu yang akan ditanya oleh Allah Azza wa jalla kelak.
Serius. Sholat ini tiang agama! Bila solat kita ‘cuekin’, mustahil kita dapat berubah. Mustahil. Tak ada tiangnya, macam manakah bangunan dapat kokoh tanpa tiang?! Sholat yang dijaga, akan berterusan pada penularan amalan sholeh lainnya, insyaAllah. Hatta, kalau tidak sholat, yang wajib tidak dilakukan, Allah ta’ala tak menerima ‘yang asesoris lain’nya.

3. Mohon kepada Allah ta’ala agar dapat bersama teman-teman yang baik,
Mintalah Allah ta’ala yang memilihkan teman-teman kita, tarik kaki dari godaan maksiat, dari kumpulan teman yang tidak merindukan akhirat. Jangan terlalu banyak menggunakan kata, “Aih masih muda, bolehlah hura-hura sekejap saja!” :'( Sungguh, kematian itu datang bila-bila masa, tidak harus pada usia tua, dan tidak mesti didahului penyakit. Saat ini, sudah banyak sahabat kita yang berusia belasan, dua puluhan atau di bawah 40-tahun-an sudah berpulang kepadaNya, tak cukupkah itu sebagai pelajaran buat jiwa kita ?

Kita mesti berlapang dada bila ditinggalkan oleh kumpulan kawan yang tak menyukai taubat dan perubahan diri kita, cukuplah kita teringat pada Allah. Temui teman-teman yang senantiasa memandu kita ke arah kebaikan. Teman yang menegur bila kita melakukan silap, yang mengingatkan waktu sholat kala kita lupa, yang mau menyokong perubahan kita menuju keridhoan Allah ta’ala.

Resapi makna ayatNya pada kitabulloh, (Alfurqan ayat 27-29)
“Taubat itu adalah penyesalan. Penyesalan dengan hati jernih, tekad kokoh untuk meninggalkan perkara maksiat, beristighfar dengan lidah, meninggalkan kejelekan prilaku dengan jasad dan menjauhkan diri dari para ahli maksiat…”

Pikirkanlah perubahan lebih baik ini untuk ‘kian disayangi Allah SWT’, bukan karena paksaan atau karena berharap sesuatu dari manusia, yang notabene makhlukNya jua. Selanjutnya, perbanyak untaian doa buat sahabat-sahabat nan sholeh, maka malaikat akan ‘meng-amin-kan’ dan doa terbaik itu berefek manis buat diri kita juga.

Surat Al Kahfi Dan Jembatan Neraka Di Hari Jumat

“BARANG SIAPA yang membaca surat Al Kahfi pada malam Jum’at, dia akan disinari cahaya antara dia dan Ka’bah.” (HR. Ad Darimi. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam Shahihul Jami’ no. 6471)

“Barangsiapa yang membaca surat Al Kahfi pada hari Jum’at, dia akan disinari cahaya di antara dua Jum’at.” (HR. An Nasa’i dan Baihaqi. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam Shahihul Jami’ no. 6470)

“Barangsiapa membaca surah Al-Kahfi di hari Jumat, maka Dajjal tidak bisa menguasainya atau memudharatkannya.” (HR Baihaqi)

“Barangsiapa menghafal sepuluh ayat pertama surah Al-Kahfi, ia terlindungi dari fitnah Dajjal.” (HR Abu Dawud)

Al Kahfi, Hari Jum’at dan Jembatan Sirooth

Marilah kita persiapkan bekal cahaya sebanyaknya guna menerangi lintasan kita di atas jembatan tersebut kelak. Dan salah satu bentuk upayanya ialah dengan secara disiplin setiap hari Jum’at membaca surah Al-Kahfi.

“Sesungguhnya barangsiapa membaca surah Al-Kahfi pada hari Jum’at, niscaya ia akan diterangi oleh cahaya antara dua Jum’at.” (HR Hakim 3349)

Suatu jembatan yang digambarkan oleh Nabi shollallahu ’alaih wa sallam sebagai ”lebih halus dari sehelai rambut dan lebih tajam dari sebilah pedang.” Setiap orang yang pernah mengucapkan kalimat tauhid akan melintasi jembatan yang membentang di atas neraka.

”Dan tidak ada seorangpun daripadamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan.” (QS Maryam ayat 71)

Bila setiap hari Jum’at kita disiplin membaca surah Al-Kahfi, maka insyaAllah hidup kita sepanjang umur akan senantiasa deterangi cahaya untuk bekal keselamatan di akhirat, khususnya ketika melintasi jembatan di atas neraka. Amin. Suatu jembatan yang digambarkan oleh Nabi shollallahu ’alaih wa sallam sebagai ”lebih halus dari sehelai rambut dan lebih tajam dari sebilah pedang.” Setiap orang yang pernah mengucapkan kalimat tauhid akan melintasi jembatan yang membentang di atas neraka.

”Dan tidak ada seorangpun daripadamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan.” (QS Maryam ayat 71)

Ketika menyeberangi jembatan tersebut keadaan sangat mencekam dan gelap. Sehingga Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menyatakan bahwa orang akan menyeberangi jembatan itu sesuai cahaya yang ia miliki. Cahaya tersebut berbanding lurus dengan tingkat keimanan dan amal kebaikan yang telah diinvestasikan seseorang sewaktu hidupnya di dunia. Orang yang beriman akan sanggup menyeberanginya hingga selamat sampai ke ujung. Sedangkan orang munafiq akan mengalami gangguan dalam menyeberanginya sehingga mereka bakal jatuh terjungkal ke dalam panasnya api neraka di bawah jembatan tersebut.

“Allah ta’aala akan memanggil umat manusia di akhirat nanti dengan nama-nama mereka, ada tirai penghalang dari-Nya atas hamba-hambaNya. Adapun di atas jembatan Allah ta’aala memberikan cahaya kepada setiap orang beriman dan orang munafiq. Bila mereka telah berada di tengah jembatan, Allah ta’aala-pun segera merampas cahaya orang-orang munafiq. Mereka menyeru kepada orang-orang beriman: ”Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil sebagian dari cahaya kamu.”(QS AtTahrim ayat 8) Dan berdoalah orang-orang beriman: ”Ya Rabb kami, sempurnakanlah untuk kami cahaya kami.” (AlHadid ayat 13) Ketika itulah setiap orang tidak akan ingat orang lain.” (HR Thabrani 11079)

Saudaraku, sungguh ini merupakan peristiwa yang sangat menakutkan. Sebab tidak seorangpun yang tahu apakah dirinya akan sanggup selamat hingga ke ujung jembatan pada saat itu. Maka marilah kita pelihara dan selalu tingkatkan ketaqwaan kita. Sebab Allah ta’aala menjamin bahwa orang-orang bertaqwa pasti akan diselamatkan dari api neraka. Hanya mereka yang zalim-lah yang akan dibiarkan terjungkal dari jembatan dan merasakan siksa neraka.

”Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut.” (QS Maryam ayat 72)

Bahkan Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam menegaskan dalam sebuah hadits bahwa orang bertaqwa tidak akan merasakan panasnya neraka karena Allah ta’aala akan jadikan api neraka laksana api yang menyentuh Nabi Ibrahim’alihis-salaam, yakni terasa dingin dan selamat bagi muttaqin.

“Tidak ada orang sholeh dan orang jahat yang tersisa melainkan dia masuk ke neraka. Neraka itu dingin dan menyelamatkan bagi orang beriman, seperti halnya yang dialami Ibrahim sehingga neraka itu gaduh lantaran dinginnya mereka. Kemudian Allah ta’aala menyelamatkan orang-orang yang bertaqwa dan membiarkan orang-orang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut.” (HR Ahmad 13995)

Dan dalam hadits lainnya Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam memberikan kabar gembira bahwa orang-orang beriman yang sholeh akan dikeluarkan dari neraka karena amal baiknya.

“Dan tidak ada seorangpun darimu, melainkan mendatangi sekitar neraka itu.” Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Seluruh manusia datang ke sekitar neraka, kemudian mereka keluar dari sana dengan amal baiknya.” (HR Ahmad 3927)

Maka, saudaraku, marilah kita persiapkan bekal cahaya sebanyaknya guna menerangi lintasan kita di atas jembatan tersebut kelak. Dan salah satu bentuk upayanya ialah dengan secara disiplin setiap hari Jum’at membaca surah Al-Kahfi.

“Sesungguhnya barangsiapa membaca surah Al-Kahfi pada hari Jum’at, niscaya ia akan diterangi oleh cahaya antara dua Jum’at.” (HR Hakim 3349)

Bila setiap hari Jum’at kita disiplin membaca surah Al-Kahfi, maka insyaAllah hidup kita sepanjang umur akan senantiasa deterangi cahaya untuk bekal keselamatan di akhirat, khususnya ketika melintasi jembatan di atas neraka.

Kisah Di Balik Dapur Kekasih Allah

MENIKMATI masa-masa kemenangan dengan sedikit kesenangan adalah tabiat sebuah perjuangan. Tapi tidak bagi sosok yang mulia itu. Karena misi perjuangannya bukan untuk meraup harta, bukan pula untuk mengejar jabatan.

Raga suci itu letih, peluh di dahinya sesekali mengucur. Di atas tikar raga itu terkulai. Sudah berbulan-bulan tak ada api yang mengepul di rumahnya. Kondisi itu tidak hanya terjadi sekali, bahkan berkali-kali semenjak beliau diutus menjadi nabi.

Abu Hurairah menuturkan, “Adakalanya sampai berbulan-bulan berlalu, namun di rumah Rasulullah tidak ada satupun lampu yang menyala, dapurnya pun tidak mengepul.

Sang istri Aisyah r.a, “Sering kali kami melewati masa hingga 40 hari, sedang di rumah kami tidak pernah ada lampu yang menyala dan dapur kami tidak pernah mengepul. Maka orang yang mendengarnya bertanya, ‘Jadi apa yang kalian makan untuk bertahan hidup?’ Aisyah menjawab, “Kurma dan air saja, itu pun jika dapat,” (HR. Ahmad).

Abu Hurairah berkata, “Aku pernah datang kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ketika dia shalat sambil duduk, maka aku pun bertanya, ‘Ya Rasulullah, mengapa aku melihatmu shalat sambil duduk, apakah engkau sakit?’ Jawab beliau, ‘Aku lapar, wahai Abu Hurairah.’ Mendengar jawaban beliau, aku lantas menangis sedih melihat keadaan beliau. Beliau merasa kasihan melihatku menangis, lalu beliau berkata, ‘Wahai Abu Hurairah, jangan menangis, karena beratnya penghisaban di hari kiamat nanti tidak akan menimpa orang yang hidupnya lapar di dunia jika dia menjaga dirinya di kehidupan dunia ini,” (HR. Muslim).

Dalam riwayat lain yang dikeluarkan oleh Baihaqi, Ummul mukminin menuturkan. “Rasulullah tidak pernah kenyang tiga hari berturut-turut. Sebenarnya jika kita mau, kita bisa kenyang, akan tetapi beliau selalu mengutamakan orang lain yang lapar daripada dirinya sendiri.”

Sesekali bawalah imajinasimu mundur jauh ke masa-masa beliau hidup. Kesederhanaan Rasulullah adalah pilihan hidup, bukan keterpaksaan.

Sebab bila beliau mau, maka gunung uhud akan dirubah menjadi emas untuknya, namun beliau menolak tawaran itu. Beliau menganggap kehidupan akhirat lebih baik daripada kehidupan dunia.

Riwayat-riwayat diatas tidak untuk mengajarkan kita agar selalu lapar dan miskin. Namun ia mengajarkan kepada kita agar mempunyai pola hidup sederhana. Dimana kita tetap berusaha dan bekerja keras, namun tidak menggantungkan semuanya kepada dunia. Genggamlah dunia dengan tanganmu, jangan biarkan ia merasuki hatimu.

Ketika Hidup Tak Sekadar Hidup

SETIAP makhluk hidup pasti diciptakan oleh Allah SWT memiliki tujuannya. Ibarat seorang penulis yang membuat buku pasti ada tujuannya tersendiri kenapa ia ingin membuat buku tersebut.

Begitupun dengan Allah SWT yang menciptakan kehidupan ini, semua sudah tersistematis dengan aturan yang sangat wooww dan super spektakuler yang tanpa seorang makhluk-Nya pun dapat membuatnya bahkan sekaliberan manusia yang diciptakan Allah SWT memiliki akal yang dapat digunakan untuk berfikir pun tidak mampu menciptakan sesuatu yang sama seperti penciptaan Allah SWT.

Selain itu, coba perhatikan keadaan di sekeliling kita yakni mengenai pergantian siang dan malam setiap hari, bagaimana Allah SWT dengan sebegitu hebatnya menentukan batas waktu malam dan waktu siang, dimana keduanya memiliki batasan-batasan waktu yang sudah tersistem. Mungkin jika kita dalam sehari hanya merasakan siang saja, maka waktu untuk bekerja dan beraktifitas akan lebih banyak dilakukan sehingga bisa membuat kita sulit untuk tidur , karena memang pada hakikatnya kualitas tidur di malam hari meski sebentar itu lebih baik daripada tidur lama di waktu siang hari.

Bayangkan juga jika semua itu terjadi pada semua wilayah di bumi ini ,maka yang ada hanyalah kekacauan dan kesehatan manusia yang semakin memburuk. Begitupun sebaliknya bayangkan jika dalam sehari ini kita hanya merasakan keadaan malam saja, mungkin banyak aktifitas manusia yang akan terganggu dan sangat sulit untuk dikerjakan di malam hari, karena hakikatnya malam itu ya untuk beristirahat. Seperti yang tertuang dalam firman Allah SWT pada QS. Al Furqaan ayat 47 yang bunyinya :

“Dialah yang menjadikan untukmu malam (sebagai) pakaian, dan tidur untuk istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha”.(QS. Al Furqaan : 47

Berdasarkan keterangan ini menjelaskan bahwa sungguh semua penciptaan manusia, alam semesta, dan kehidupan ini semuanya tersusun secara sistematis dan sudah di persiapkan oleh Allah SWT dengan begitu sangat matangnya tanpa ada celah kesalahan sedikitpun, karena memang Dialah Allah SWT sebagai Al Mudabbir yakni yang maha pengatur kehidupan ini, Dia juga sebagai pencipta makhluk-Nya tentunya Dia juga yang mengetahui kadar dari setiap makhluk yang diciptakan-Nya.

Semua itu membuktikan bahwa manusia membutuhkan adanya Dzat yang memiliki kekuatan lebih dari dirinya, memang sejatinya manusia memiliki potensi tadayyun yakni potensi yang ada dalam setiap diri seseorang untuk mensucikan sesuatu pada Dzat yang di anggap lebih dari dirinya, lantas siapakah Dzat itu? Dialah Allah SWT sebagai sang khalik yang menciptakan manusia dari sesuatu yang tak ada menjadi ada. Di dalam al Quran pun ada banyak ayat-ayat yang memperingatkan manusia untuk memperhatikan semua yang ada di alam semesta ini sebagai penguat keimanan manusia akan bukti ke eksistensian Allah SWT, adapun bunyi terjemahannya sebagai berikut :

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (TQS.Al-Imran : 190-191)

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan? Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?” .(TQS.Al-Ghasiyyah : 17-20)

“Maka hendaknya manusia itu memikirkan dari apa ia diciptakan. Ia diciptakan dari air yang memancar (mani). yang keluar dari tulang-belulang (laki-laki) dan tulang rusuk (perempuan).”(TQS. At-Thariq : 5-7).

Melihat dari berbagai ayat-ayat al Quran di atas, semua itu mengindikasikan bahwa dengan memperhatikan petunjuk Allah lewat ciptaan-Nya baik memperhatikan alam semesta, hidup ini bahkan proses penciptaan manusia itu sendiri maka akan tumbuh keyakinan kita tentang-Nya sehingga akan menambaah keimanan kita terhadap-Nya.

Rahasia-Rahasia Keajaiban Angka 7

DALAM satu minggu ada 7 hari, tawaf mengelilingi kabah sebanyak 7 kali, 7 langit bertingkat-tingkat, 7 keajaiban di dunia. Ada apa dengan angka 7?

Setiap orang pasti mempunyai angka kesenangannya masing-masing. Ada yang menyukai angka 1,2, 3 atau sebagainya. Ada pula yang hanya suka dengan angka genap atau angka ganjil saja. Menurut sebagian orang, angka ganjil itu angka yang sangat bagus. Sebab angka ganjil merupakan angka yang di sukai oleh Allah. Hal ini dijelaskan Rasulullah SAW yang bersabda, “Sesungguhnya Allah itu witir (esa/ganjil) dan suka pada yang ganjil.” Hadits Hasan diriwayatkan oleh Abu Daud dan Turmudzi

Dijelaskan pula mengenai angka ganjil yaitu angka tujuh yang sering disebut dalam Al Quran baik yang tertulis maupun yang tersirat. Allah menurunkan wahyunya dalam Al Quran. Dan sangat dijelaskan sekali terdapat banyak penjelasan angka 7 di dalam Al Quran. Penjelasan tersirat dan tertulis dalam Al Quran yang menunjukan angka 7 dalam kehidupan sehari hari sebagai berikut:

Pertama: Allah menciptakan tujuh langit dalam dua masa pada setiap langit. Hal ini di jelaskan pada Surat Fussilat ayat 12 yang berbunyi, “Lalu diciptakan-Nya tujuh langit dalam dua masa dan pada setiap langit Dia mewahyukan urusan masing-masing. Kemudian langit yang dekat (dengan bumi), kami hiasi dengan bintang-bintang, dan kami (ciptakan itu) untuk memelihara. Demikianlah ketentuan Allah yang Maha Perkasa, Maha Mengetahui.”

Kedua: Ada surat lain yang mengatakan Langit dan Bumi terdiri dari tujuh lapis. Angka tujuh disini di terangkan, “Yang menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Tidak akan kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang pada ciptaan Tuhan yang Maha Pengasih, Maka lihatlah sekali lagi, adakah kamu lihat sesuatu yang cacat?,” Surat Al Mulk ayat 3

Ketiga: Diangkat dari kisah Nabi Yusuf yang terdapat dalam Al Quran yang menceritakan kisah Nabi Yusuf yang menafsirkan tentang mimpi Raja Mesir yang berkaitan dengan angka 7. Dari kisah inilah terdapat dalam, Al Quran Surat Yusuf ayat 43-50.

Keempat: Surat Al Fatihah yang sering kali dibaca ulang-ulang setiap waktu untuk mengawali semua kegiatan. Pada waktu solat juga Surat Al Fatihah sangat penting. Surat Al Fatihah terdiri dari 7 ayat.Ya, lagi-lagi angka 7.

Kelima: Angka 7 pada wahyu pertama Al Quran. Wahyu yang di dapat Rasullah SAW pada surat Al Alaq terdri dari 7 unsur. Iqra yang berarti bacalah. 7 unsur tersebut adalah Bi yang artinya dengan, ismi artinya nama, robbi artinya tuhan, ka yang artinya mu, al lazi artinya yang, dan khalaq berarti menciptakan

Keenam: Kalimat Kun Fayakun adalah perkataan Allah yang diucapkan bila berkehendak menciptakan sesuatu kejadian. Kalimat ini tertulis dalam Surat Al Baqarah ayat 117. Kun Fakun terdiri dari 7 huruf arab yaitu kaf, nun, fa, ya, kaf, wau, dan nun.

Ketujuh: Kalimat tauhid terdiri dari 7 kata dalam arab maupun Indonesia. Kalimat tauhid yang dimaksud yaitu Lailahaillah Muhammadarrasullah. Yang artinya Tiada Tuhan Selain Allah, Muhammad Rasull Allah.

Kedelapan: Dalam kehidupan sehari hari islam sering mengaitkan angka 7. Salah satunya Orang meninggal tahlilan biasanya hari ke 7 atau 7 harian. Selain itu juga takbir solat id di rakat pertama berjumalah 7 kali

Kesembilan: Jumlah hari dalam satu minggu adalah 7 hari. Yang terdiri dari Hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, dan Minggu.

Kesepuluh: Sangat terkenal sekali dengan 7 keajaiban dunia. Angka 7 secara langsung mewakili 7 tempat terindah di dunia.

Dan masih banyak lagi. Kekuasaan Allah Ini bukan hanya kebetulan semata. Sudah diterangkan bahwa semuanya dijelaskan dalam Al Quran dan real terjadi di dunia ini. Jika allah menyukai angka 7 kita patut imani. Sebab peran ilmu islam lah disini yang menjadi acuan. Dengan adanya ilmu yang berkaitan tentang islam, anda sebagai muslim yang baik semakin cinta dengan ilmu islam itu sendiri.

Kamis, 02 Maret 2017

Kebodohan Bukan Untuk Ditertawakan

Kalau ada orang yang "bodoh", seharusnya diajari atau dibenarkan. Bukan malah dijadikan bahan tertawaan atau olok-olok saja. Jika tidak demikian, maka apa bedanya kita sama orang bodoh yang kita olok-olok tersebut?

Kalau ada orang yang “bodoh”, seharusnya diajari atau dibenarkan. Bukan malah dijadikan bahan tertawaan atau olok-olok saja. Jika tidak demikian, maka apa bedanya kita sama orang bodoh yang kita olok-olok tersebut? Karena di antara sifat orang bodoh itu adalah suka mengolok-olok atau mengejek orang lain.

Allah berfirman mengisahkan Nabi Musa bersama kaumnya bani Israa’iil,

وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تَذْبَحُوا بَقَرَةً قَالُوا أَتَتَّخِذُنَا هُزُوًا قَالَ أَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ

“Dan ingatlah tatkala Musa berkata kepada kaumnya, “Sesugguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menyembelih sapi betina.” Mereka berkata, “Apakah engkau menjadikan kami sebagai bahan ejekan?” Musa berkata, “Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang- orang yang jahil.” (Qs. Al-Baqarah: 67)

Lebih parah lagi, kita menjadi latah untuk meniru-niru perilaku orang yang kita jadikan sebagai bahan tertawaan tersebut dalam status-status kita. Tujuannya paling sekedar untuk mengundang tawa orang yang membacanya atau barangkali dalam rangka menunjukkan dirinya lebih baik dari orang “bodoh” tersebut. Wallaahu a’lam.

Adakalanya memang orang yang bodoh itu tidak merasa dirinya bodoh. Yang model begini lebih banyak. Akan tetapi tidak berarti harus ditanggapi dengan sebuah “kebodohan” pula, yaitu dengan mengejeknya, atau mengolok-oloknya, menjadikannya sebagai bahan tertawaan di mana-mana. Tidakkah kita ingat akan firman Allah yang menjelaskan sifat-sifat “Hamba-hamba Ar-Rahmaan”? Bukankah Allah telah mengajarkan kita bagaimana menghadapi orang-orang yang bodoh?

وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا

“…dan apabila orang-orang yang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik” (Qs. Al-Furqaan: 63).

Terkadang kita sering dilupakan dengan hadits nabi yang sering kita dengar. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرا أو ليصمت

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya ia berkata yang baik atau hendaknya dia diam” (HR. Muslim)

Pokok-Pokok Maksiat

Pokok-pokok maksiat baik yang kecil maupun yang besar ada tiga: bergantungnya hati kepada selain Allah, mengikuti kekuatan marah, menaati kekuatan syahwat.

Pokok-pokok maksiat baik yang kecil maupun yang besar ada tiga:
- Bergantungnya hati kepada selain Allah.
- Mengikuti kekuatan marah.
- Menaati kekuatan syahwat.

Hasil puncak ketergantungan hati kepada selain Allah adalah syirik dan berdo’a kepada selain Allah. Hasil puncak menaati kekuatan marah adalah pembunuhan. Dan hasil puncak menaati kekuatan syahwat adalah zina.

Allah mengumpulkan tiga pokok ini dalam firmanNya:

وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ ۚ وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ يَلْقَ أَثَامًا

“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya)” (QS. Al Furqon: 68).

Tiga pokok ini saling menyeret kepada satu sama lainnya. Syirik menyeret kepada berbuat zalim dan zina. Sebagaimana ikhlas dan tauhid dapat meenyelamatkan seseorang dari keduanya. Sebagaimana firman Allah tentang Nabi Yusuf Alaihissalam:

كَذَٰلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ ۚ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ

“Demikianlah agar kami memalingkannya dari perbuatan buruk dan zina. Sesungguhnya ia (Yusuf) termasuk hamba hamba Kami yang diikhlaskan” (QS. Yusuf: 24).

Oleh karena itu semakin tauhid seseorang itu lemah di hatinya, maka semakin kuat kesyirikan dan perbuatan kejinya serta hatinya bergantung kepada gambar dan merasa asyik dengannya.

Ayat yang semakna dengan ini juga adalah firmanNya:

فَمَا أُوتِيتُم مِّن شَيْءٍ فَمَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَمَا عِندَ اللَّهِ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ لِلَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ . وَالَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ وَإِذَا مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُونَ

“Maka sesuatu yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakkal. Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf” (Asy Syuuro: 36-37).

Dalam ayat ini Allah mengabarkan bahwa apa yang ada di sisiNya lebih baik bagi orang yang bertawakal kepadaNya dan ini adalah tauhid.

Kemudian Allah mengabarkan bahwa mereka meninggalkan dosa dosa besar dan perbuatan keji. Ini adalah meninggalkan kekuatan syahwat.

Lalu Allah mengabarkan bahwa mereka apabila marah segera memberi maaf. Ini adalah meninggalkan kekuatan marah.

Dalam ayat tersebut Allah mengumpulkan antara tauhid, iffah (menjaga kehormatan) dan keadilan. Inilah poros seluruh kebaikan.

3 Jalan Memperbaiki Diri

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberitahukan jalan untuk memperbaiki diri kita, yaitu di antaranya adalah tiga amalan. Apa saja itu?

Manusia setiap hari membuat dosa dan kesalahan, yang jika terus menumpuk akan merusak jiwanya. Akan tetapi Allah subhanahu wa ta’ala dengan kasih sayang-Nya, telah memberikan jalan bagi kita untuk memperbaiki diri kita di hadapan-Nya, dengan menghapus dosa-dosa dan mengangkat derajat kita.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberitahukan jalan untuk memperbaiki diri kita, yaitu di antaranya adalah tiga amalan dalam sabdanya :

أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللهُ بِهِ الْخَطَايَا، وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ؟ ” قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ: “إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ، وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ، وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ، فَذَلِكُمُ الرِّبَاطُ

“Maukah kalian aku beritahukan amalan yang dengannya akan menghapus dosa-dosa dan mengangkat derajat? Para sahabat menjawab : mau wahai Rasulullah. Beliau bersabda : menyempurnakan wudhu di saat yang sulit, banyak melangkah menuju masjid, dan menunggu sholat setelah sholat, itulah ribath (perjuangan)” (HR.Muslim).

Itulah tiga jalan untuk memperbaiki diri kita, menghapus dosa-dosa kita, mengangkat derajat kita di sisi Allah.

Pertama : berwudhu di saat yang berat, misalnya setiap kali hendak tidur atau waktu lainnya, dan bahkan setiap kali batal wudhu disunnahkan untuk memperbaharui wudhu kita.

Kedua : banyak melangkah menuju masjid, yaitu senantiasa menghadiri shalat berjamaah di masjid, khususnya bagi kaum pria.

Ketiga : menunggu sholat setelah sholat, misalnya setelah sholat Maghrib berjamaah tetap duduk berdzikir atau berdoa atau kajian ilmu sambil menunggu didirikannya sholat Isya.

Inilah 3 jalan yang memperbaiki keadaan diri kita. Mari kita tempuh 3 jalan tersebut dengan penuh kesungguhan, karena membutuhkan perjuangan berat melawan malas dan lemahnya jiwa.