Kamis, 16 Maret 2017

Kisah Di Balik Dapur Kekasih Allah

MENIKMATI masa-masa kemenangan dengan sedikit kesenangan adalah tabiat sebuah perjuangan. Tapi tidak bagi sosok yang mulia itu. Karena misi perjuangannya bukan untuk meraup harta, bukan pula untuk mengejar jabatan.

Raga suci itu letih, peluh di dahinya sesekali mengucur. Di atas tikar raga itu terkulai. Sudah berbulan-bulan tak ada api yang mengepul di rumahnya. Kondisi itu tidak hanya terjadi sekali, bahkan berkali-kali semenjak beliau diutus menjadi nabi.

Abu Hurairah menuturkan, “Adakalanya sampai berbulan-bulan berlalu, namun di rumah Rasulullah tidak ada satupun lampu yang menyala, dapurnya pun tidak mengepul.

Sang istri Aisyah r.a, “Sering kali kami melewati masa hingga 40 hari, sedang di rumah kami tidak pernah ada lampu yang menyala dan dapur kami tidak pernah mengepul. Maka orang yang mendengarnya bertanya, ‘Jadi apa yang kalian makan untuk bertahan hidup?’ Aisyah menjawab, “Kurma dan air saja, itu pun jika dapat,” (HR. Ahmad).

Abu Hurairah berkata, “Aku pernah datang kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ketika dia shalat sambil duduk, maka aku pun bertanya, ‘Ya Rasulullah, mengapa aku melihatmu shalat sambil duduk, apakah engkau sakit?’ Jawab beliau, ‘Aku lapar, wahai Abu Hurairah.’ Mendengar jawaban beliau, aku lantas menangis sedih melihat keadaan beliau. Beliau merasa kasihan melihatku menangis, lalu beliau berkata, ‘Wahai Abu Hurairah, jangan menangis, karena beratnya penghisaban di hari kiamat nanti tidak akan menimpa orang yang hidupnya lapar di dunia jika dia menjaga dirinya di kehidupan dunia ini,” (HR. Muslim).

Dalam riwayat lain yang dikeluarkan oleh Baihaqi, Ummul mukminin menuturkan. “Rasulullah tidak pernah kenyang tiga hari berturut-turut. Sebenarnya jika kita mau, kita bisa kenyang, akan tetapi beliau selalu mengutamakan orang lain yang lapar daripada dirinya sendiri.”

Sesekali bawalah imajinasimu mundur jauh ke masa-masa beliau hidup. Kesederhanaan Rasulullah adalah pilihan hidup, bukan keterpaksaan.

Sebab bila beliau mau, maka gunung uhud akan dirubah menjadi emas untuknya, namun beliau menolak tawaran itu. Beliau menganggap kehidupan akhirat lebih baik daripada kehidupan dunia.

Riwayat-riwayat diatas tidak untuk mengajarkan kita agar selalu lapar dan miskin. Namun ia mengajarkan kepada kita agar mempunyai pola hidup sederhana. Dimana kita tetap berusaha dan bekerja keras, namun tidak menggantungkan semuanya kepada dunia. Genggamlah dunia dengan tanganmu, jangan biarkan ia merasuki hatimu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar