Islam datang ke tengah-tengah manusia mengajak kepada kejujuran, baik dalam ucapan atau amalan. Secara fitrah, manusia sepakat bahwa kejujuran adalah akhlak yang mulia nan terpuji. Manusia cenderung senang terhadap orang-orang yang jujur. Sebaliknya, kedustaan, kebohongan, merupakan akhlak yang tercela. Manusia merasa tidak aman dengan orang-orang yang senantiasa berdusta.
Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebelum diangkat sebagai rasul, dikenal sebagai orang terpercaya dan jujur. Orang-orang kafir Quraisy mengakui akan kejujuran beliau, sehingga beliau diberi gelar “Al Amiin”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada para sahabat agar mereka senantiasa di atas kejujuran, sebagaimana ketika ditanyakan oleh Kaisar Heraklius. Apa yang diajarkan dan diperintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabatnya? Dijawab,
“Ia memerintahkan kami melaksanakan shalat, bersikap jujur, menjaga kehormatan dan menyambung silaturahmi. Beribadahlah kepada Allah saja dan jangan menyekutukan kepadanya dengan sesuatu apapun, tinggalkanlah apa yang dikatakan bapak-bapak kalian.”
Makna jujur adalah sesuainya kabar dengan kenyataan. Apabila seseorang mengabarkan sesuatu sesuai dengan terjadinya tanpa ia tambah-tambahi atau ia kurangi, ia telah berkata jujur. Adapun jujur dalam amalan, seseorang berbuat sesuai dengan apa yang ada dalam hatinya, lahirnya sama dengan batinnya. Maka orang yang beribadah dengan ingin dilihat orang lain, tidaklah jujur dalam amalannya. Sebab ia menampakkan seakan beribadah dengan ikhlas karena Allah, namun hatinya bertentangan. Kejujuran adalah pangkal dari berbagai macam kebaikan. Betapa banyak muncul kebaikan disebabkan dari kejujuran. Terjalinnya silaturahmi, saling percaya, amanah senantiasa terjaga, dan yang lainnya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
طَاعَةٌ وَقَوْلٌ مَّعْرُوفٌ فَإِذَا عَزَمَ الْأَمْرُ فَلَوْ صَدَقُوا اللَّهَ لَكَانَ خَيْراً لَّهُمْ
“Taat dan mengucapkan perkataan yang baik (adalah lebih baik bagi mereka). Apabila telah tetap perintah perang (mereka tidak menyukainya). Tetapi jika mereka benar (imannya) terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” (QS. Muhammad: 21)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, dari hadits Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu,
“Sesungguhnya kejujuran mengantarkan kepada kebaikan dan kebaikan mengantarkan menuju Surga. Sesungguhnya seorang berkata jujur, sehingga dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya kedustaan mengantarkan kepada kejelekan dan kejelekan mengantarkan kepada Neraka. Sungguh seorang berdusta sampai Allah catat ia sebagai pendusta.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari kejujuran timbul rasa tenang, karena orang yang jujur tidak pernah menyesal. Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa menyelamatkan orang yang jujur dengan kejujurannya, sehingga kita dapatkan orang-orang yang jujur dalam keadaan tenang. Tidak pernah menyesali apa yang telah terjadi. Dikarenakan ia telah melakukan sesuai dengan yang semestinya dan jujur, baik dalam ucapan atau perbuatan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya kejujuran adalah ketenteraman dan kedustaan adalah kebimbangan.” (HR.Tirmidzi, disahihkan oleh Syaikh Al Albani)
Nilai kejujuran di dalam syariat sangatlah agung. Allah subhanahu wa ta’ala membalas kejujuran dengan ganjaran yang besar. Dalam ayatNya, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيراً وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْراً عَظِيماً
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al Ahzab: 35)
Namun yang sangat disedihkan, kejujuran menjadi sesuatu yang langka di tengah-tengah manusia. Tidaklah didapatkan orang yang jujur, kecuali segelintir dari kalangan mereka. Adapun kedustaan, menjadi sesuatu yang ringan, menyampaikan kabar tidak sesuai dengan kenyataannya. Kadang dilebihkan, kadang dikurangi. Bahkan, jauh dari kenyataan.
Padahal Allah subhanahu wa ta’ala memposisikan orang-orang yang jujur derajat kedua setelah para nabi dan rasul, sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan orang-orang yang telah diberikan nikmat oleh Allah dengan jalan yang lurus. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَمَن يُطِعِ اللّهَ وَالرَّسُولَ فَأُوْلَـئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللّهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاء وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَـئِكَ رَفِيقاً
“Dan siapa saja yang menaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: para nabi, para shiddiq, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. An Nisa’: 69)
Abu Bakr Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu adalah manusia paling jujur di antara para shiddiqin, sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling utama. Beliau membenarkan kabar yang datang dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa keraguan, sehingga beliau diberi gelar ash shiddiq. Beliau senantiasa jujur dalam ucapan dan perbuatan.
Siapa saja yang ingin mendapatkan keutamaan, sebagaimana yang telah didapatkan oleh Abu Bakr Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, baginya untuk bersifat jujur. Hendaklah kejujuran menjadi perangai yang ada pada seorang muslim. Jadilah kita termasuk orang-orang yang jujur. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang benar.” (QS. At Taubah: 119)
Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebelum diangkat sebagai rasul, dikenal sebagai orang terpercaya dan jujur. Orang-orang kafir Quraisy mengakui akan kejujuran beliau, sehingga beliau diberi gelar “Al Amiin”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada para sahabat agar mereka senantiasa di atas kejujuran, sebagaimana ketika ditanyakan oleh Kaisar Heraklius. Apa yang diajarkan dan diperintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabatnya? Dijawab,
“Ia memerintahkan kami melaksanakan shalat, bersikap jujur, menjaga kehormatan dan menyambung silaturahmi. Beribadahlah kepada Allah saja dan jangan menyekutukan kepadanya dengan sesuatu apapun, tinggalkanlah apa yang dikatakan bapak-bapak kalian.”
Makna jujur adalah sesuainya kabar dengan kenyataan. Apabila seseorang mengabarkan sesuatu sesuai dengan terjadinya tanpa ia tambah-tambahi atau ia kurangi, ia telah berkata jujur. Adapun jujur dalam amalan, seseorang berbuat sesuai dengan apa yang ada dalam hatinya, lahirnya sama dengan batinnya. Maka orang yang beribadah dengan ingin dilihat orang lain, tidaklah jujur dalam amalannya. Sebab ia menampakkan seakan beribadah dengan ikhlas karena Allah, namun hatinya bertentangan. Kejujuran adalah pangkal dari berbagai macam kebaikan. Betapa banyak muncul kebaikan disebabkan dari kejujuran. Terjalinnya silaturahmi, saling percaya, amanah senantiasa terjaga, dan yang lainnya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
طَاعَةٌ وَقَوْلٌ مَّعْرُوفٌ فَإِذَا عَزَمَ الْأَمْرُ فَلَوْ صَدَقُوا اللَّهَ لَكَانَ خَيْراً لَّهُمْ
“Taat dan mengucapkan perkataan yang baik (adalah lebih baik bagi mereka). Apabila telah tetap perintah perang (mereka tidak menyukainya). Tetapi jika mereka benar (imannya) terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” (QS. Muhammad: 21)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, dari hadits Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu,
“Sesungguhnya kejujuran mengantarkan kepada kebaikan dan kebaikan mengantarkan menuju Surga. Sesungguhnya seorang berkata jujur, sehingga dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya kedustaan mengantarkan kepada kejelekan dan kejelekan mengantarkan kepada Neraka. Sungguh seorang berdusta sampai Allah catat ia sebagai pendusta.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari kejujuran timbul rasa tenang, karena orang yang jujur tidak pernah menyesal. Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa menyelamatkan orang yang jujur dengan kejujurannya, sehingga kita dapatkan orang-orang yang jujur dalam keadaan tenang. Tidak pernah menyesali apa yang telah terjadi. Dikarenakan ia telah melakukan sesuai dengan yang semestinya dan jujur, baik dalam ucapan atau perbuatan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya kejujuran adalah ketenteraman dan kedustaan adalah kebimbangan.” (HR.Tirmidzi, disahihkan oleh Syaikh Al Albani)
Nilai kejujuran di dalam syariat sangatlah agung. Allah subhanahu wa ta’ala membalas kejujuran dengan ganjaran yang besar. Dalam ayatNya, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيراً وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْراً عَظِيماً
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al Ahzab: 35)
Namun yang sangat disedihkan, kejujuran menjadi sesuatu yang langka di tengah-tengah manusia. Tidaklah didapatkan orang yang jujur, kecuali segelintir dari kalangan mereka. Adapun kedustaan, menjadi sesuatu yang ringan, menyampaikan kabar tidak sesuai dengan kenyataannya. Kadang dilebihkan, kadang dikurangi. Bahkan, jauh dari kenyataan.
Padahal Allah subhanahu wa ta’ala memposisikan orang-orang yang jujur derajat kedua setelah para nabi dan rasul, sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan orang-orang yang telah diberikan nikmat oleh Allah dengan jalan yang lurus. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَمَن يُطِعِ اللّهَ وَالرَّسُولَ فَأُوْلَـئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللّهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاء وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَـئِكَ رَفِيقاً
“Dan siapa saja yang menaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: para nabi, para shiddiq, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. An Nisa’: 69)
Abu Bakr Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu adalah manusia paling jujur di antara para shiddiqin, sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling utama. Beliau membenarkan kabar yang datang dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa keraguan, sehingga beliau diberi gelar ash shiddiq. Beliau senantiasa jujur dalam ucapan dan perbuatan.
Siapa saja yang ingin mendapatkan keutamaan, sebagaimana yang telah didapatkan oleh Abu Bakr Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, baginya untuk bersifat jujur. Hendaklah kejujuran menjadi perangai yang ada pada seorang muslim. Jadilah kita termasuk orang-orang yang jujur. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang benar.” (QS. At Taubah: 119)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar